Permintaan LNG (Liquified Natural Gas) atau gas alam di Asia-Pasifik secara signifikan akan terus meningkat sebagai akibat meningkatnya permintaan LNG dari importir. Masa depan bisnis natural gas atau gas alam di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik dalam beberapa tahun ke depan akan semakin cerah seiring pembangunan proyek FSRU di Jawa Barat dan terminal gas alam cair (LNG) skala kecil. Ke depan pasar LNG di Asia Pasifik akan sangat ketat, terutama sebelum penyelesaian proyek-proyek baru LNG (sebagian besar dari Australia).
Indonesia memiliki banyak pasokan gas yang sangat potensial. Namun, perkembangan pasokan gas di Indonesia baru akan tunduk pada banyak faktor, termasuk nilai komersial untuk pasar domestik. Surplus gas harus diekspor dengan harga internasional dalam rangka untuk memaksimalkan pendapatan pemerintah. Sementara itu, harga domestik harus secara bertahap disesuaikan dengan harga pasar internasional dalam rangka menarik investasi hulu baru dan pasokan internasional.
Poin-poin tersebut merupakan salah satu rekomendasi dari Konferensi Internasional dengan tajuk Natural Gas Logistic Handling and Contract 2011 di Padma Resort Legian, Bali, 18-22 Juli 2011.
Konferensi itu dilaksanakan atas kerjasama All Events Group (Singapura) dan Majalah GEO ENERGO (Jakarta) dihadiri oleh 134 delegasi yang berasal dari 24 negara di Asia Pasifik. Adapun para pembicara berasal dari Indonesia, Malaysia, Italia, Hongkong, dan Inggris. Mereka antara laian: Nanang Untung, Senior Vice President - Gas, PT PERTAMINA, Gunung Sardjono Hadi, Presiden Direktur, PERTAMINA GAS (PERTAGAS), Hendra Jaya, Presiden Direktur, NUSANTARA Regas, Eka Satria, Direktur Pengembangan Aset, PT Medco E & P INDONESIA, Nur Pamudji, Direktur Energi Primer PT PLN, Suryadi Mardjoeki, Senior Manager - O & G Pengadaan, PT PLN, Tarmizi Amir, Managing Director, INDONESIA SAMUDRA, Simon Newton, Managing Director - Asia, ENERGI & DAYA TERBATAS, HONG KONG
Pertamina Hendak Bangun Terminal Mini LNG di Bali
Menurut rencana, PT Pertamina akan membangun terminal penerima gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PLTG Pesanggaran, Denpasar, Bali. Hal ini dikemukakan oleh Senior Vice President Pertamina Nanang Untung. Nanang mengatakan pembangunan terminal itu bekerjasama dengan PT PLN, bertujuan untuk mendukung efisiensi dan pengurangan polusi di pembangkit listrik milik PLN yang saat ini menggunakan solar.
“Dana yang diperlukan sekitar US$300 juta, tapi bisa kurang atau lebih tergantung desain infrastruktur serta rencana pengembangan ke depan,” katanya di sela-sela konferensi (18/7).
Mengapa memilih Bali, menurut Nanang pertimbangannya adalah Bali merupakan wilayah yang cukup rawan pasokan listriknya, apalagi merupakan daerah tujuan wisata internasional. Namun demikian, lanjut Nanang, masih diperlukan perencanaan yang matang dan sosialisasi kepada masyarakat setempat tentang perlunya membangun terminal tersebut.
Sosialisasi tersebut kata Nanang berfungsi supaya tidak terjadi hambatan saat pembangunan. Selain sosialisasi, perlu juga pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan karakter masyarakat Pulau Dewata karena nantinya terjadi peningkatan kapasitas yang direncanakan meningkat menjadi 50 juta kubik kaki perhari.
Saat perencanaan pembangunan, kata Nanang harus dibuat desain infrastruktur yang cocok dengan masyarakat di Bali. Terkait dana pembangunannya sekitar US$300 juta, Nanang memperkirakan bisa kurang ataupun lebih sesuai dengan rancangan desain infrastruktur bagi terminal tersebut. “Kami belum bisa memastikan kapan pelaksanaan pembangunan itu bisa dilaksanakan, pada awalnya akan dibangun sekitar 2012 kemudian ditunda 2013," katanya.
Selain di Bali, pembangunan terminal serupa saat ini sedang dilakukan di Jawa Barat, Sulawesi, dan Maluku. Menurut dia, dengan investasi cukup besar pembangunan terminal skala besar akan diprioritaskan di daerah dengan pasokan listrik yang cukup rawan. Penggunaan LNG, lanjut Nanang, dapat menghemat biaya produksi karena lebih murah dibanding penggunaan BBM solar.
Hal yang sama dikemukakan oleh M Suryadi Mardjoeki, Senior Manager Gas and Oil Procurement PLN. Menurut Suryadi, konsorsium PT Pertamina dan PT PLN membutuhkan gas sebesar 702 bilion british thermal unit per day (bbtud) atau sekitar 6 juta metrik ton per tahun gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) untuk delapan terminal mini penerima gas alam cair yang akan dibangun kedua badan usaha milik negara tersebut di kawasan timur Indonesia.
Konsorsium Pertamina dan PLN menargetkan seluruh terminal mini penerima LNG tersebut akan selesai paling lambat 2015. Gas dari terminal tersebut akan digunakan untuk bahan bakar pembangkit milik PLN di wilayah itu, karena pembangkit listrik perseroan di wilayah tersebut kebanyakan masih memakai bahan bakar minyak. “Kalau proyek ini selesai maka pembangkit-pembangkit itu akan diganti bahan bakarnya dengan gas sehingga akan ada penghematan yang signifikan," jelasnya, Selasa (18/7) di Bali.
Beberapa proyek terminal mini LNG yang akan dibangun konsorsium Pertamina dan PLN adalah terminal mini di Pesanggaran Bali dengan kapasitas 50 bbtud yang ditargetkan selesai tahun depan. Gas itu akan digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik milik PLN di Bali. Terminal lainnya adalah terminal mini LNG di Kalimantan Timur dengan kapasitas 25 bbtud yang diproyeksikan selesai pada 2012. "Kapasitas terminal LNG yang dibangun disesuaikan dengan progres penyelesaian pembangkit listrik tenaga uap di sana," katanya.
Terminal mini LNG di Halmahera, Maluku Utara dengan kapasitas 100 bbtud dialokasikan untuk pendukung kegiatan peleburan nikel di sana. Proyek tersebut ditargetkan selesai pada 2013. Sementara terminal mini LNG di Telo dan Minahasa, Sulawesi Utara berkapasitas 9 bbtud diperkirakan selesai tahun depan.
"Gas dari terminal mini LNG ini dialokasikan untuk pembangkit yang digunakan pada saat beban puncak," jelasnya.
Sementara Faturrahman, Kepala Dinas Pengembangan Pasar BP Migas menyatakan pihaknya siap memfasilitasi Pertamina dan PLN dalam memperoleh pasokan LNG untuk terminal mini LNG di Bali. Menurut dia, pasokan LNG tersebut bisa berasal dari Kilang Tangguh dan Kilang Bontang. "Dengan adanya terminal itu, kelebihan pasokan LNG yang ada di spot market itu bisa digunakan oleh konsumen domestik," kata Faturrahman.
Bali saat ini nyaris mengalami krisis energi. Saat ini beban puncak di Pulau Dewata itu mencapa 550 megawatt, sedangkan pasokan listrik dari pembangkit di Bali hanya 200 megawatt. Sebesar 350 megawatt untuk Bali diambil dari Pulau Jawa karena kedua pulau ini masuk dalam bagian sistem listrik Jawa, Madura, Bali. Pasokan listrik tersebut disalurkan melalui kabel listrik interkoneksi Jawa Bali yang sudah ada. Badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan itu diperkirakan terus mengalami defisit hingga 2020.
Tema lain yang menarik dari acara konferensi selama lima hari tersebut adalah proyek FSRU di Jawa Barat yang dijadwalkan akan beroperasi pada tahun 2012, serta wacana pembangunan terminal LNG skala kecil di berbagai daerah. Sebagai kawasan Asia Pasifik, Indonesia harus mengantisipasi pertumbuhan eksponensial dan permintaan LNG yang terus meningkat. Bagus Supriyanto, Jakarta Review.
Jumat, 22 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar