Kamis, 30 September 2010

PN Jakarta Pusat Kabulkan Gugatan Mitora

Sidang sengketa antara PT Mitora Consulting melawan PT Mitsui Indonesia, telah diputus pada Kamis, 30 September 2010, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jihad Arkanuddin dan didamping hakim anggota masing-masing Heru Susanto dan Marsuddin Nainggolan mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan pihak Mitora.

Dalam amar putusan Nomor 333/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Pst, majelis hakim menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum onrecht matige daad; menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng membayar kerugian kepada penggugat; membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng; menghukum Turut tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III serta Turut Tergugat IV untuk mematuhi putusan ini.

Di dalam pertimbangan mengenai eksepsi, majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan alat bukti tulisan dan alat bukti saksi yang diajukan oleh Mitora yaitu Prof OC Kaligis dan Notaris Buntario Tigris terbukti bahwa antara Mitora Consulting dan Mitsui terdapat suatu hubungan hukum.

Majelis hakim mempertimbangkan bahwa Mitsui telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan berlaku curang terhadap Mitora Consulting. Perbuatan curang tersebut adalah perbuatan Mitsui tidak menyerahkan kembali Packing License Agreement (PLA) dan perbuatan Mitsui secara diam-diam membuat dua Final Settlement Agreement (FSA) yang isinya sama.

Majelis Hakim berpendapat bahwa kerugian materiel yang terbukti adalah sebesar Rp 9.175.704.540 (sembilan milyar seratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus empat ribu lima ratus empat puluh rupiah) sedangkan dalam melihat kerugian immateriel dapat diukur dengan melihat kedudukan dan posisi masing-masing pihak di dalam masyarakat. Berdasarkan fakta bahwa Mitsui adalah sebuah perusahaan raksasa dunia yang memiliki ratusan kantor cabang di seluruh dunia dan memiliki aset dan volume perdagangan meliputi produk makanan hingga industri luar angkasa, maka sewajarnya dikenakan ganti rugi sebesar Rp 50 milyar.

Maka, berdasarkan hasil persidangan yang dilakukan secara terbuka bagi publik, maka telah terbukti bahwa Mitsui telah melakukan dan mempraktikan perilaku curang dalam berbisnis terhadap mitra lokalnya di Indonesia.

Kasus ini berawal ketika meminta Mitora untuk memfasilitasi dan menggelar negosiasi dengan PT. Bali Maya Permai dan PT Maya Muncar sejak 1 November 2007. Belakangan, Mitsui mengubah kontrak tersebut menjadi Packing License Agreement antara Mitsui & Co.Ltd. dengan PT. Bali Maya Permai dan PT. Maya Muncar.

PT Mitora Consulting telah memfasilitasi dan menegosiasikan draft awal hingga tercapai perjanjian final. Mitsui & Co.Ltd. menyiapkan Packing License Agreement (PLA) yang kemudian ditandatangani oleh PT Bali Maya dan PT Maya Muncar, sehingga seharusnya perjanjian tersebut kemudian disetujui dan ditandatangani oleh Mitsui & Co Ltd. Namun hal itu tidak dilakukan pihak Mitsui. Begitu pula dengan Exclusive Distributor Agreement yang dibuat untuk menuntaskan sengketa dengan Maya Manufacturing Trading Co dan PT. Indomaya Mas, di mana Mitsui & Co. Ltd. tidak menandatangani perjanjian tersebut tanpa alasan yang sah.

Mitora tidak mendapatkan keuntungan finansial senilai pekerjaan yang telah dilakukan. Maka kami menuntut pembayaran ganti rugi sebesar Rp 18 miliar, ditambah kerugian immateriil Rp 100 miliar. Danu Isworo.

Minggu, 19 September 2010

Tumpahan Minyak Laut Timor dan “Keperkasaan” Marty Natalegawa

Sebulan terakhir ini ketegasan dan keperkasaan menjadi kata yang cukup dominan. Publik seakan gemas, ketegasan dan keperkasaan yang didambakan dari para pemimpin tak kunjung datang. Sebagai bangsa yang berdaulat, mustinya kita memiliki harga diri di mata dunia internasional. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, pemimpin bangsa ini loyo dan nyaris tak berdaya.

Belum usai perbincangan soal barter petugas DKP dengan nelayan pencuri ikan berkebangsaan Malaysia, masyarakat kembali mempertanyakan ketegasan pemerintah dalam menyelesaikan tumpahan minyak di Laut Timor. Dari obrolan warung kopi hingga anjungan kafe papan atas, semua menyesalkan lemahnya diplomasi bangsa ini.

Dalam menghadapi pencemaran Laut Timor, Menteri Luar Negeri Kabinet Indonesia Bersatu II, Marty Natalegawa memang telah membentuk panitia nasional. Meski telat tiga bulan setelah bencana itu muncul, toh Masyarakat NTT menyambutnya dengan gembira. Namun setelah tim itu dibentuk, belum ada tindakan kongkret yang dihasilkan. Buntutnya, publik NTT kecewa dengan sikap pemerintah yang dinilai kurang memberikan perhatian serius terhadap bencana itu.

Bencana di Laut Timor itu tidak hanya meresahkan para nelayan, tetapi juga terumbu karang dan ikan yang berada di perairan tersebut ikut tercemar bahkan mati. Tidak heran, kalau masyarakat NTT selalu berteriak menyuarakan bahaya pencemaran tersebut, karena setiap hari memuntahkan 500.000 liter minyak mentah ke laut itu.

Pemerintah tampaknya memandang sepele tumpahan minyak di Laut Timor, sehingga mereka lebih suka berpikir cerita-cerita lain yang dimainkan bukan menanggulangi atau melindungi negeri ini dari bencana yang merusak lingkungan dan biota laut itu. Mereka lebih suka bermimpi, termasuk mimpi mengamendemen konstitusi hasil amendemen, agar Susilo Bambang Yudhoyono, presiden yang saat ini berkuasa, dimungkinkan dipilih lagi untuk masa jabatan lima tahun ketiga. Padahal sejujurnya, banyak masalah lain yang lebih urgent untuk diselesaikan.

Berbeda sekali dengan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, ketika menghadapi rumpahan minyak di Teluk Meksiko. Di hari kedua, dia langsung mengatakan bahwa British Petroleum (BP) yang bertanggung jawab, karena BP yang melakukan ini, dan BP harus menyimpan uang untuk menanggulangi masalah ini.

Oleh karena itu pemerintah itu seharusnya menyerahkan kepada ahlinya, bukan diserahkan ke Kementerian Luar Negeri yang nyata-nyata tidak mengerti masalah Migas. Kasus barter petugas DPP dan pencuri Malaysia, sudah sangat gamblang menunjukkan betapa “perkasanya” diplomasi Marty Natalegawa.

Majalah GEOENERGI diterbitkan oleh PT Multi Media Internetindo.
Pemimpin Umum: DR. Rubiyanto
Wakil Pemimpin Umum: Sabrun Djamil
Pemimpin Redaksi: Sri Widodo Soetardjowiyono
Wakil Pemimpin Redaksi: Rakhmat Bernadi
Reporter: Yuli Dwi Ermawati, Ade Kurniawan
Fotografer: Muhammad Adiyansyah
Desain: Syamsul Arifin
Promosi dan Iklan: Yaya Suryadarma
Marketing: Rr. Wulandari, Muksin
Sekretaris: Ritha Chairunnisa
Distribusi dan Sirkulasi: Rudi Kamaluddin, Karyono

Alamat Redaksi: Perniagaan Rawasari Mas Blok B-19, Jalan Percetakan Negara , Jakarta Pusat, Telp. (021) 4240129, Faks. (021) 4240315, Email: geoenergi@yahoo.com.