Senin, 26 Juli 2010

Sengketa Mitora vs Mitsui: O.C. Kaligis Akan Tuntut Balik Pengacara Mitsui

Sidang sengketa antara PT Mitora Consulting melawan PT Mitsui Indonesia, terkait sengketa pembayaran jasa konsultasi bisnis, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/07). Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jihad Arkanuddin dan didamping hakim anggota masing-masing Heru Susanto dan Marsuddin Nainggolan menghadirkan pengacara senior OC Kaligis sebagai saksi.

Dalam kesaksiannya OC Kaligis menegaskan pada 03 Januari 2008 seseorang bernama Andreas Tanos datang ke kantornya. “Saya katakan kepada Andreas Tanos, kalau membela Anda, itu tidak mungkin, tetapi kalau untuk membicarakan kemungkinan-kemungkinan perdamaian antara Mitsui dan Bali Maya Permai dan Maya Muncar, saya akan sampaikan kepada klien saya. Hal ini kemudian saya sampaikan juga ke klien saya. Maka sejak saat itulah dilakukan pertemuan-pertemuan sampai 38 kali di kantor saya,” katanya.

Bahkan dalam usaha perdamaian itu, kata Kaligis, dirinya mendapat sukses fee. “Di akhir perdamaian, saya mendapat ucapan terima kasih dan sukses fee,” kata Kaligis.

Pengacara Mitsui, Harjon Sinaga menyatakan keberatan terhadap kehadiran OC Kaligis sebagai saksi. Menurutnya, OC Kaligis telah melanggar undang-undang. “Kami keberatan terhadap keberadaan Saudara OC Kaligis sebagai saksi karena yang bersangkutan menjadi kuasa hukum dari Maya Muncar dan Bali Maya Permai. OC Kaligis telah melanggar UU Advokat pasal 19 ayat 1, yang intinya saksi tidak diperkenankan memberi kesaksian untuk diri sendiri,” papar Sinaga. Bahkan Harjon Sinaga meminta OC Kaligis untuk mengundurkan diri dari persidangan karena tidak kompeten.

Mendapat tuduhan Sinaga, Kaligis mengatakan,”Silahkan laporakan saya ke dewan kode etik, tetapi kalau laporan anda tidak benar, Anda akan saya laporkan balik,” kata Kaligis.

Sementara Ketua Majelis Hakim, Jihad Arkanuddin, tidak sependapat dengan kuasa hukum Mitsui, Harjon Sinaga. “Status saksi saat ini adalah mantan kuasa hukum, jadi tidak menyalahi UU. Namun demikian, kami akan mencatat keberatan Saudara, dan akan kami dicatat dalam BAP yang kemudian akan diuji di Mahkamah Agung,” tegasnya.

Ervin Lubis, kuasa hukum, Mitora menambahkan argumentasi ketua majelis hakim. Ervin juga membantah tuduhan Sinaga. “Kehadiran saksi di sini berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 218 yang intinya memperbolehkan kuasa hukum sebagai saksi apabila diminta,” katanya.

Menurut Ervin, Mitsui berupaya untuk mengulur-ulur sidang. Setelah minggu lalu tidak menghadiri sidang tapa alasan yang jelas, kali ini mencari-cari kesalahan saksi. “Mitsui mencari-cari alasan soal keabsahan saksi OC Kaligis karena dulu pernah menjadi kuasa hukum PT Bali Maya Permai. Mitsui sebagai perusahaan besar telah berbuat arogan mau mengarahkan kepada tindakan wanprestasi seakan-akan Mitora gagal menyelesaikan sengketa. Padahal semua dokumen dan saksi-saksi ada, bahwa Mitora telah berhasil menyelesaikan sengketa tersebut,” paparnya.

Kuasa hukum Mitsui, kata Ervin mengajukan pertanyaan yang diulang-ulang serta tidak substansial. “Mitsui berusaha mengesampingkan OC Kaligis sebagai saksi, sebab masalah ini hanya orang-orang terbatas saja yang mengetahui,” katanya.

Ervin kembali menegaskan bahwa permasalahan ini berawal ketika meminta Mitora untuk memfasilitasi dan menggelar negosiasi dengan PT Bali Maya Permai dan PT Maya Muncar sejak 1 November 2007. Belakangan, Mitsui mengubah kontrak tersebut menjadi Packing License Agreement antara Mitsui Co dengan PT Bali Maya Permai dan PT Maya Muncar. Mitora sempat memfasilitasi dan menegosiasikan draft awal hingga tercapai perjanjian final. Mitsui Co menyetujui draft final tersebut sehingga seharusnya perjanjian tersebut diberikan, disetujui dan ditandatangani PT Bali Maya Permai dan PT Maya Muncar. Namun hal itu tidak dilakukan pihak Mitsui. Begitu pula dengan Exclusive Distributor Agreement yang dibuat untuk menuntaskan sengketa dengan Maya Manufacturing Trading Co dan PT Indomaya Mas. Mitsui Co tidak menandatangani perjanjian tersebut.

"Mitora tidak mendapatkan keuntungan finansial senilai pekerjaan yang telah dilakukan. Maka kami menuntut pembayaran ganti rugi sebesar Rp 18 miliar, ditambah kerugian immateriil Rp 100 miliar," papar Ervin.

Sidang berikutnya digelar pada Senin, 02 Agustus 2010 dengan menghadirkan saksi dari pihak tergugat. Aam Rukhiyat.

Tidak ada komentar: