
Dalam dialog yang dihadiri oleh pemuka – pemuka dunia seperti Thabo Mbeki, mantan Presiden Afrika Selatan, Mary Robinson – mantan Presiden Irlandia, Ruud Lubbers – mantan Perdana Menteri Belanda, Putra Mahkota dan para Menteri Belanda serta tokoh – tokoh lainnya itu, Dr. Anak Agung Gde Agung diminta untuk memberikan sambutan utama.
Dalam paparannya, Dr. Anak Agung memperkenalkan suatu falsafah perilaku universal dalam bentuk kosmologi Tri Hita Karana yang bertujuan menggantikan konsep perilaku individualisme yang dipraktekkan oleh banyak masyarakat di dunia. Perilaku ini telah nyata-nyata membawa malapetaka, seperti kri

Anak Agung juga menyoroti masalah keanekaragaman budaya yang merupakan katalis untuk membangun kreativitas dan kehidupan yang berkelanjutan, yang penuh keseimbangan, kerukunan, dan kedamaian. Putra Raja Gianyar itu memaparkan konsepnya bahwa kosmologi Bali Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup yang paling tangguh untuk melestarikan keanekaragaman budaya dan lingkungan dalam menghadapi tantangan–tantangan globalisasi dan homogenisasi agar tercapai dunia yang melestarikan warisan leluhur dan identitas lokal.
Dia menunjukkan bahwa unsur–unsur hakiki Tri Hita Karana selaras dengan sifat–sifat dasar dari kebanyakan peradaban di seantero dunia sepanjang masa yang tumbuh dari suatu rangkaian kepercayaan, pengetahuan, dan praktek hidup umat manusia, sehingga konsep ini tidak asing lagi bagi masyarakat dunia.
Pada hakekatnya, ajaran Tri Hita Karana menekankan bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh tiga hubungan yaitu hubungan dengan Tuhannya, sesamanya, dan lingkungannya. Apabila keseimbangan ini bisa dicapai, maka manusia akan hidup dengan damai dengan mengekang diri terhadap segala tindakan–tindakan negatif.
Pandangan yang dikemukakan mantan anggota MPR dari Utusan Golongan ini mendapat sambutan yang sangat positif dari para peserta kongres sehingga peserta dialog memutuskan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai penerapan kosmologi Tri Hita Karana sebagai falsafah universal.
Dialog yang berlangsung dua hari itu akan dilanjutkan tahun depan di Belanda dengan peserta yang lebih banyak. “Saya sungguh bersyukur didaulat sebagai pembicara di depan para pemimpin dunia. Ini sungguh merupakan kehormatan bagi bangsa Indonesia ,” kata Anak Agung dalam keterangan pers kepada Jakarta Review, Minggu (29/3).